Sejarah dan Perkembangan dari Masa ke Masa
Rumah
adat tradisional Minahasa yang dikenal dengan sebutan Wale atau Bale,
yang artinya tempat melakukan aktivitas dalam kehidupan berkeluarga.
Berlandaskan filosofi masyarakat Minahasa, Rumah Panggung Manado atau
Rumah Minahasa yang berasal dari Desa Woloan, memiliki dua tangga di
serambi depan. Tangga di kiri dan kanan bagian depan rumah itu berperan
khusus saat terjadi pinangan secara adat. Pihak lelaki yang hendak
meminang si gadis yang tinggal di rumah itu, harus masuk ke rumah dengan
menaiki tangga yang kiri. Jika kita melihat keluarga si lelaki keluar
dari rumah dengan menuruni tangga yang kanan, itu artinya pinangan
mereka diterima oleh tuan rumah. Sebaliknya, jika mereka turun melewati
tangga yang kiri lagi, yang mereka pakai untuk naik ke rumah panggung
itu, artinya pinangan mereka ditolak pihak tuan rumah.
Ciri
utama rumah tradisional ini berupa Rumah Panggung dengan 16 sampai 18
tiang penyangga. Beberapa abad lalu terdapat rumah tradisional keluarga
besar yang dihuni oleh enam sampai sembilan keluarga. Masing-masing
keluarga merupakan rumah tangga tersendiri dan mempunyai dapur atau
mengurus ekonomi rumah tangga sendiri. Kini, jarang ditemui rumah adat
besar seperti ini. Pada umumnya susunan rumah terdiri atas emperan
(setup), ruang tamu (leloangan), ruang tengah (pores) dan kamar-kamar.
Ruang paling depan (setup) berfungsi untuk menerima tamu terutama bila
diadakan upacara keluarga, juga tempat makan tamu.
Sementara
itu, di bagian belakang rumah terdapat balai-balai yang berfungsi
sebagai tempat menyimpan alat dapur dan alat makan, serta tempat
mencuci. Bagian atas rumah atau loteng (soldor) berfungsi sebagai tempat
menyimpan hasil panen seperti jagung, padi dan hasil lainnya. Bagian
bawah rumah (kolong) biasanya digunakan untuk gudang tempat menyimpan
papan, balok, kayu, alat pertanian, gerobak dan hewan peliharaan.
Uniknya,
rumah warga di Minahasa tak beratapkan genteng. Karena folosofi yang
dianut adalah tak baik jika hidup di bawah tanah (genteng terbuat dari
tanah). Rata-rata rumah mereka beratapkan seng, daun, atau elemen besi
lainnya. Mereka beranggapan hanya orang meninggal saja yang bertempat
tinggal di bawah tanah. Sekali pun ada yang beratapkan genteng, umumnya
rumah tersebut milik kaum pendatang. Meskipun demikian, banyak juga
rumah orang Minahasa yang beratapkan seng namun didesain seperti
genteng.
Yang pertama kali mempoluperkan rumah panggung Minahasa yang memakai sistem bongkar pasang (knock down system) adalah
Paulus Tiow, warga Woloan, tahun 1942 silam. Ide membuat rumah ini
terurai setelah rumah adat Minahasa miliknya dibeli oleh seorang serdadu
Jepang. Sejak saat itu Paulus mulai memproduksi rumah adat Minahasa
untuk dijual. Jejak Paulus kemudian diikuti oleh Beting Motulo.
Pemasaran
rumah adat ini berkembang antara tahun 1960 sampai dengan 1980, tapi
masih sebatas daerah Minahasa saja. Baru setelah di Taman Mini Indonesia
Indah, Jakarta berdiri rumah adat Minahasa pada tahun 1980an, pesanan
dari beberapa orang dari pulau Jawa dan luar negeri mulai
berdatangan. Bahan baku utama dari Rumah Adat ini terdiri atas, kayu
besi untuk rangka, kayu nyantoh untuk lantai, plafon dan kayu cempaka
untuk dinding.
Saat
ini pesanan rumah kayu panggung Manado datang dari berbagai daerah di
Indonesia dan mancanegara. Rumah Panggung kayu Manado dewasa ini bisa
berfungsi sebagai tempat tinggal, sebagai villa, cottage, gazebo,
restaurant. Anda juga bisa memberikan rumah ini sebagai hadiah kepada
orang yang anda cintai, apakah itu dalam bentuk Gazebo, Rumah Panggung,
Cottage, Bungalow atau Rumah Villa melalui paket peti kemas yang
dikirimkan dari desa Woloan, Kabupaten Minahasa sebagai daerah asal
rumah adat Rumah Panggung Manado.
Sebagai penerus warisan budaya leluhur Orang Minahasa, kami berusaha
melestarikan budaya peninggalan nenek moyang “Tou Minahasa” melalui
usaha pembuatan Rumah Kayu Knock- Down Minahasa agar supaya warisan
budaya ini tidak hilang ditelan zaman dan masih bisa dinikmati oleh
generasi selanjutnya.